Keterampilan Memberdayakan

KETERAMPILAN MEMBERDAYAKAN

Seorang Pemimpin baru saja dipromosi beberapa bulan menjadi manajer di salah satu cabang yang beberapa tahun terakhir memiliki performa yang sangat baik. Pemimpin tersebut selalu ingin memastikan bahwa setiap keputusan di bawah kendalinya, tanpa melibatkan pendapat atau ide dari pegawai, mulai dari pengelolaan konsumen hingga pengambilan keputusan kecil. Pada akhirnya situasi di cabang mulai mengalami penurunan performa.

Banyak pegawai mengalami demotivasi dalam bekerja karena tidak punya kesempatan menyampaikan ide atau inovasi dan cenderung bekerja secara pasif. Beban kerja pemimpin yang tinggi akhirnya berdampak pada kualitas keputusan yang diambil dan menghambat pertumbuhan pegawai, ini menjadi masalah besar bagi tim. Keluhan konsumen mengenai pelayanan yang lambat pun meningkat yang disebabkan setiap kali ada keluhan atau masalah, pegawai harus menunggu arahan pemimpin sebelum menyelesaikannya. Hal ini sering kali menyebabkan penundaan yang membuat konsumen merasa tidak puas. Akibatnya kinerja cabang ini menjadi sorotan pimpinan pusat.

Dari narasi di atas dapat dianalisis penyebab utama permasalahan yang terjadi pada cabang perusahan tersebut adalah tidak adanya pemberdayaan yang seharusnya dilakukan oleh pimpinan cabang. Dari kamus Cambridge kata empowering atau memberdayakan memiliki pengertian memberikan seseorang wewenang resmi atau kebebasan untuk melakukan sesuatu. Maka sebagai implementasi dalam sebuah organisasi pemberdayaan berarti memberi kemampuan kepada individu untuk mengambil inisiatif, membuat keputusan, dan memiliki kendali atas pekerjaan mereka.

Banyak organisasi yang berkembang telah menjadikan pemberdayaan sebagai budaya karena memiliki pandangan bahwa budaya adalah jalur yang membantu mengubah keterampilan menjadi kebiasaan. Pemberdayaan yang menjadi budaya, membuat individu dalam organisasi termotivasi untuk terus berkembang, bukan hanya menjadi terampil di area yang sebelumnya tidak bisa, tetapi juga berkembang dari keterampilan berdasarkan kesadaran (Conscious Competence) menjadi keterampilan otomatis tanpa harus berpikir secara sadar (Unconscious Competence). Dengan demikian keterampilan menjadi kebiasaan bagi individu tersebut.

Budaya pemberdayaan dapat membangun talenta, terutama dalam bagaimana seorang pemimpin mendukung perkembangan pegawainya melalui empat tahap.  

Berikut adalah empat tahap budaya pemberdayaan:

Tahap 1: Pemula, yaitu di mana pegawai belajar bagaimana melakukan sesuatu.
Peran pimpinan adalah memberi arahan atas apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya.

Tahap 2: Terampil, yaitu di mana pegawai mulai melakukan pekerjaan secara mandiri.
Peran pimpinan adalah aktif memantau dan meninjau hasil pekerjaan.

Tahap 3: Berpengalaman, yaitu di mana pegawai melakukan pekerjaan dan memastikan pekerjaan dilakukan dengan baik.
Peran pimpinan adalah melakukan review yang lebih sedikit, hanya ketika diminta.

Tahap 4: Diberdayakan, yaitu di mana pegawai sudah tahu apa yang harus dilakukan tanpa instruksi rinci.
Peran pimpinan adalah membagi tanggung jawab dan siap membiarkan pegawai bekerja secara mandiri. 

Pemimpin berperan penting dalam mengembangkan pegawainya dengan mendorong kapbilitas dan produktivitas. Proses ini digambarkan sebagai perjalanan yang melibatkan pembelajaran dan peningkatan keterampilan hingga pada akhirnya pegawai siap untuk diberi kebebasan penuh.

Dengan pemahaman akan pentingnya keterampilan pemberdayaan bagi pemimpin dalam organisasi, diharapkan setiap pemimpin dapat mengembangkan pegawai dan organisasi yang dipimpinnya.

Selamat menerapkan pemberdayaan dan menjadi pemimpin yang memberdayakan tim!

2 Januari 2025
Hans Banqharra – Consultant @Sarel Sentra Inspira


Email: sarel@sarel.co.id
Phone: (021) 4517458/ 458509571
Mobile: 0878-7722-4521
Website: www.sarel.co.id

©2025 PT Sarel Sentra Inspira. All Rights Reserved